Suatu ketika seorang pria berkeluh
kesah dan bercerita kepada ayahnya yang sudah 25 tahun berumah tangga tapi
hampir tidak pernah dia lihat bertengkar dengan ibunya. Apa rahasianya ayah
tidak pernah bertengkar sama ibu yang sudah 25 tahun berumah tangga, sementara
saya baru 1 tahun berumah tangga hampir tiap hari bertengkar sama isteri saya,
tanya pria itu. Tanpa memberikan jawaban sang ayah langsung masuk kamar mengambil
sebuah buku harian dengan tulisan tangan yang acak-acakan sambil menyodorkan
sama pria anaknya itu.
Dengan tekun si pria itu membaca
tulisan tangan di buku harian ayahnya tersebut. Setelah selesai dibaca, si pria
itu tidak menemukan sesuatu hal yang luar biasa, tapi hanya hal-hal sepele.
Misalnya, “Setiap pagi dia menyiapkan serapan buat saya”, “Kalau aku pulang
terlambat dia dengan sabar menungguku”, “Setiap hari dia memasak makanan
kesukaanku” Buku itu penuh dengan pujian untuk isterinya. Ibumu kalau marah
juga suka mengomel. Karena aku terbiasa menuliskan kebaikannya, saat
merasa kesal aku suka membaca
kebaikannya hingga rasa kesalku hilang. Itulah yang saya lakukan kata sang
ayah. Pria itupun merasa penasaran dan bertanya sama ayahnya, apakah ibu pernah
membaca buku harian ayah ini? “Ibumu juga punya buku harian tentang kebaikanku,
maka kamipun sering bertukar buku lalu saling mentertawakan diri
masing-masing”.
Orang bijak berkata, tulislah
kebaikan orang diatas batu, tetapi tulislah kesalahannya diatas pasir. Ketika
angin berhembus, maka dengan mudah tulisan diatas pasir akan terhapus sementara
tulisan diatas batu akan tetap terbaca dengan baik. Seringkali kita memang
lebih mudah mengingat kesalah orang lain ketimbang mengingat kebaikannya. Maka
berusahalah mengingat kebaikan orang dan melupakan kesalahannya, selanjutnya
berusahalah mengingat kesalahanmu dan lupakan kebaikanmu.
No comments:
Post a Comment