Semua orang tua pada umumnya punya
impian dan pengharapan agar kehidupan anak-anak dan keturunannya lebih baik
daripada kehidupannya sendiri. Berbagai hal dapat dilakukan guna mewujudkan
impian dan harapan dimaksud. Memberikan pendidikan yang lebih baik dan bermutu.
Membimbing dan menuntun kejalan yang benar, untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik dan punya arti. Atau mencapai kehidupan yang lebih mulia dan bermakna
daripada hanya sekedar hidup.
Namun apakah hidup itu sesungguhnya?
Apakah hidup itu adalah ibarat mobil dan kita adalah sopirnya? Sepenuhnya dibawah
kontrol dan kendali kita, tergantung pada kita akan dibawa kemana? Ataukah
hidup ini laksana mesin raksasa , dimana kita ini Cuma salah satu sekerupnya?
Tak punya kuasa apa-apa atas hidup kita sendiri. Kita memang kadang-kadang
tidak punya kuasa akan hidup kita. Dan bila kita tidak punya kuasa atas hidup
ini, lantas siapa yang punya kuasa? Apakah yang punya kuasa itu adalah yang
kita sebut “nasib”? Bahwa setiap
orang telah tertentu nasibnya, seperti tampak pada suratan ditelapak tangannya?
Bahwa si A akan pendek umurnya, karena begitulah suratan tangan tentang
usianya. Tetapi si B akan selalu mujur, karena daun telinganya lebar dan
ujungnya tertekuk kedalam.
Benarkah nasib kita ditentukan
peredaran bintang-bintang? Sebab itu si C yang berbintang Scorpio sebaiknya
jangan memilih si D yang berbintang Virgo sebab pasti tidak cocok. Ataukah
memang hidup manusia itu tidak punya arah, karena tak ada yang mengarahkannya?
Bahwa semua itu terjadi cuma kebetulan-kebetulan dan hidup kita dapat
diombangambingkan seperti sabut kelapa ditengah lautan.
Salah satu hal yang
sering dilakukan orang tua untuk menggapai masa depan anak-anaknya yang lebih
baik adalah memberikan warisan. Namun disadari bahwa warisan tidak selalu
memberi jaminan membuat kehidupan lebih baik dan bermakna serta lebih mulia. Adakalanya warisan menjadi sumber malapetaka
bagi anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya. Banyak orang tidak kuasa
mengendalikan hawa nafsunya untuk lebih menguasai dari yang lain, mendapatkan
lebih banyak dari yang lainnya yang pada akhirnya menimbulkan iri hati dan
dengki. Seorang ayah mewariskan harta kekayannya kepada anak-anaknya dengan
menuliskan wasiat yang berbunyi : “Hai
anak-anakku sekalian, saya mewariskan semua harta benda ini untuk dikelola
bersama dan dipelihara secara bersama-sama dan hasilnya dinikmati serta
dipergunakan bersama untuk mencapai hidup dan kehidupan yang lebih baik dan
lebih mulia”. Namun apabila diantara kamu tidak terdapat kesepakatan dan
kesepahaman untuk mengelola dan menikmati secara bersama sebagaimana saya
harapkan, “serahkanlah semuanya itu
kepada Panti Asuhan yang membutuhkannya.” Sungguh mengharukan dan
menakutkan bunyi surat wasiat tersebut dirasakan oleh anak-anaknya. Mereka
diliputi rasa takut. “Takut bertengkar,
takut berselisih, takut tidak sepakat, takut tidak sepaham, takut lebih
menguasi, takut minta lebih banyak dan berbagai ketakutan lainnya”.
Ketakutan tersebut mendorong mereka untuk selalu bersepakat, seia sekata
mendiskusikan permasalahan yang ada demi kebersamaan atas warisan untuk
kehidupan yang lebih bermakna dan lebih mulia.
Sesungguhnya salah satu yang berkuasa
atas hidup ini adalah “ketakutan” dan yang paling berkuasa atas kehidupan kita
adalah Pencipta kita, Tuhan kita yang harus kita “takuti” karena kebenaran dan kemuliaanNya.
Anda
punya warisan? Takutlah akan kebenaran penggunaannya,
agar hidupmu lebih bermakna dan lebih mulia.
No comments:
Post a Comment