Friday, November 1, 2013

KERUKUNAN SEJATI



          Hampir semua orang merindukan suasana rukun dan damai dalam kehidupannya. Pertengkaran, konflik apalagi perang membuat hati  semua orang gundah dan susah. Hanya segelintir orang yang bergembira dan menarik keuntungan dari pertengkaran, konflik atau peperangan. Umumnya manusia atau orang kebanyakan berusaha menghindari  konflik dan kalau sudah sempat terjadi segera mengakhirinya. Dalam rumah tangga atau organisasi pertengkaran dan konflik bisa terasa sangat melelahkan raga dan jiwa, melenyapkan semangat dan sukacita, bahkan merusak rumah tangga atau organisasi.
Namun dalam prakteknya suasana rukun dan damai atau harmoni tidak selalu terjadi ditengah-tengah kehidupan nyata. Ada saja dan banyak masalah yang membuat seseorang tidak bisa rukun dengan saudara atau tetangganya bahkan dengan pasangan hidupnya sendiri, atau orang tua maupun anak kandungnya sendiri. Kadang-kadang pertengkaran atau konflik itu bisa berlangsung sangat sengit, memakan waktu lama  (tidak berakhir sampai mati), melibatkan banyak orang atau bahkan pihak luar, atau bercampur aduk dengan masalah lain. Konflik bisa bersifat terbuka atau terang-terangan namun bisa juga tersembunyi  bagaikan api dalam sekam. 

          Konflik bisa merenggut korban perasaan, tenaga, waktu, harta benda atau bahkan nyawa. Pepatah kuno mengatakan : “memulai konflik sama seperti membuka tali air”.  Artinya bisa tidak terkendali sebab itu berhati-hatilah. Sebaliknya ada pula yang mengatakan berhubung konflik adalah keniscayaan atau tak terhindarkan maka sebaiknya dikelola atau dikendalikan saja. Namun baiklah diingat dalam konflik keluarga apalagi perang sudara biasanya tidak pernah ada yang menang alias semua kalah. Apalagi jika pihak-pihak yang berkonflik putus asa dan lantas menerapkan politik bumi hangus. 

          Konflik dianggap buruk oleh banyak orang sebab  itu dihindarkan. Sebaliknya kerukunan dipandang  baik sebab itu dicari dan diusahakan.  Walaupun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa apalagi perang mendorong kemajuan. Buktinya sebagian besar teknologi modern sekarang  pada awalnya justru kepentingan perang. Sebagian orang sangat suka atau mudah berkonflik namun sebagian lagi justru  sangat takut berkonflik, karena itu mendewakan keharmonisan atau kerukunan. Maka segala cara diupayakan agar konflik tidak terjadi minimal tidak muncul di permukaan.  Antara lain : dengan menggunakan tangan  besi atau ancaman kekerasan . Pihak-pihak yang bertikai mungkin saja hatinya belum sungguh-sungguh ingin berdamai namun mereka takut kepada ancaman.  Cara lain menciptakan kerukunan : dengan cara mnelakukan “perpisahan baik-baik” atau saling menjauhkan diri atau berdiam diri. Atau dengan menekan perasaan malu. Semua konflik dianggap memalukan sebab itu harus dihindarkan (kalau perlu dengan mengorbankan hak dan kebenaran).  Lantas bagaimana dampak dari kerukunan itu?

Pertama : Kerukunan dengan saudara akan berdampak dengan sesama dan memberi kita kesempatan berdamai dengan sesama dan yang jauh bisa menjadi dekat. Untuk memperjuangkan segala yang baik dan benar kita harus  dalam kerangka perdamian. Kebenaran tidak bisa diwujudkan dengan kebencian dan dendam.   

Kedua : Kerukunan adalah dampak dari hukum yang berkeadilan. Tak ada keadilan tak ada juga damai. Hal itu dengan mudah bisa kita lihat dalam kehidupan keluarga. Jika orang tua bersikap  tidak adil maka anak-anaknya akan saling bertengkar sesamanya.  Jika pemerintah tidak bersikap adil maka kelompok-kelompok dalam masyarakat akan saling membenci satu sama lain.

Ketiga : Kerukunan adalah buah atau dampak dari saling penerimaan. Pada akhirnya kita diingatkan bahwa kerukunan atau harmoni  dalam kehidupan tidak pernah terjadi dengan sendirinya atau otomatis melainkan harus diusahakan secara sengaja dan serius. Yaitu dengan sikap saling menerima saling menghormati  dalam keunikan dan dan kepribadian masing-masing.

No comments:

Post a Comment