Hampir semua orang merindukan suasana
rukun dan damai dalam kehidupannya. Pertengkaran, konflik apalagi perang
membuat hati semua orang gundah dan
susah. Hanya segelintir orang yang bergembira dan menarik keuntungan dari pertengkaran,
konflik atau peperangan. Umumnya manusia atau orang kebanyakan berusaha
menghindari konflik dan kalau sudah
sempat terjadi segera mengakhirinya. Dalam rumah tangga atau organisasi
pertengkaran dan konflik bisa terasa sangat melelahkan raga dan jiwa, melenyapkan
semangat dan sukacita, bahkan merusak rumah tangga atau organisasi.
Namun dalam prakteknya suasana
rukun dan damai atau harmoni tidak selalu terjadi ditengah-tengah kehidupan
nyata. Ada saja dan banyak masalah yang membuat seseorang tidak bisa rukun
dengan saudara atau tetangganya bahkan dengan pasangan hidupnya sendiri, atau
orang tua maupun anak kandungnya sendiri. Kadang-kadang pertengkaran atau
konflik itu bisa berlangsung sangat sengit, memakan waktu lama (tidak berakhir sampai mati), melibatkan
banyak orang atau bahkan pihak luar, atau bercampur aduk dengan masalah lain.
Konflik bisa bersifat terbuka atau terang-terangan namun bisa juga
tersembunyi bagaikan api dalam sekam.
Konflik bisa merenggut korban
perasaan, tenaga, waktu, harta benda atau bahkan nyawa. Pepatah kuno mengatakan
: “memulai konflik sama seperti membuka
tali air”. Artinya bisa tidak
terkendali sebab itu berhati-hatilah. Sebaliknya ada pula yang mengatakan
berhubung konflik adalah keniscayaan atau tak terhindarkan maka sebaiknya
dikelola atau dikendalikan saja. Namun baiklah diingat dalam konflik keluarga
apalagi perang sudara biasanya tidak pernah ada yang menang alias semua kalah.
Apalagi jika pihak-pihak yang berkonflik putus asa dan lantas menerapkan
politik bumi hangus.
Konflik dianggap buruk oleh banyak
orang sebab itu dihindarkan. Sebaliknya
kerukunan dipandang baik sebab itu
dicari dan diusahakan. Walaupun ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa apalagi perang mendorong kemajuan. Buktinya
sebagian besar teknologi modern sekarang pada awalnya justru kepentingan perang.
Sebagian orang sangat suka atau mudah berkonflik namun sebagian lagi
justru sangat takut berkonflik, karena
itu mendewakan keharmonisan atau kerukunan. Maka segala cara diupayakan agar
konflik tidak terjadi minimal tidak muncul di permukaan. Antara lain : dengan menggunakan tangan besi atau ancaman kekerasan . Pihak-pihak
yang bertikai mungkin saja hatinya belum sungguh-sungguh ingin berdamai namun
mereka takut kepada ancaman. Cara lain
menciptakan kerukunan : dengan cara mnelakukan “perpisahan baik-baik” atau
saling menjauhkan diri atau berdiam diri. Atau dengan menekan perasaan malu.
Semua konflik dianggap memalukan sebab itu harus dihindarkan (kalau perlu
dengan mengorbankan hak dan kebenaran).
Lantas bagaimana dampak dari kerukunan itu?
Pertama : Kerukunan dengan
saudara akan berdampak dengan sesama dan memberi kita kesempatan berdamai
dengan sesama dan yang jauh bisa menjadi dekat. Untuk memperjuangkan segala
yang baik dan benar kita harus dalam
kerangka perdamian. Kebenaran tidak bisa diwujudkan dengan kebencian dan
dendam.
Kedua : Kerukunan adalah
dampak dari hukum yang berkeadilan. Tak ada keadilan tak ada juga damai. Hal
itu dengan mudah bisa kita lihat dalam kehidupan keluarga. Jika orang tua
bersikap tidak adil maka anak-anaknya
akan saling bertengkar sesamanya. Jika
pemerintah tidak bersikap adil maka kelompok-kelompok dalam masyarakat akan
saling membenci satu sama lain.
Ketiga : Kerukunan adalah buah
atau dampak dari saling penerimaan. Pada akhirnya kita diingatkan bahwa
kerukunan atau harmoni dalam kehidupan
tidak pernah terjadi dengan sendirinya atau otomatis melainkan harus diusahakan
secara sengaja dan serius. Yaitu dengan sikap saling menerima saling
menghormati dalam keunikan dan dan
kepribadian masing-masing.
No comments:
Post a Comment